Budaya
menulis di Indonesia masih sangat rendah, dukungan pemerintah kepada
penulis juga sangat kurang bahkan bisa dibilang tidak ada. Padahal,
menulis itu sebuah pekerjaan yang sangat penting dan sangat di butuhkan.
Sejarah bisa ditelusuri dan dipahami juga karena adanya bukti tertulis
dalam prasasti-prasasti yang ditemukan. Budaya literasi di Indonesia
sekali lagi belum memenuhi standar baik itu mutu, baik itu dukungan,
baik itu kualitas, baik itu kwantitas dan sebagainya, dan sebagainya.
Negara
lain, tidak udah disebuah sebagai negara maju, karena semua negara sama
saja, tidak ada itu negara maju atau negara berkembang, semua negara
punya cita-cita sama dan berlomba menjadi negara yang baik di mata
rakyatnya dan di mata dunia. Kembali lagi kepada literasi, pemerintahan
di negara lain banyak yang sudah memiliki lembaga yang khusus menangani
masalah buku, penulis atau sebut saja sebagai literasi. Negara tetangga
kita saja, memiliki dewan buku, kerjaan mereka jelas, membantu
penulis-penulis untuk menciptakan buku-buku yang bagus. Buku bagus itu
yang bagaimana? Buku bagus itu yang ditulis dengan hati senang, ditulis
dengan tenang, artinya penulis mendapatkan dana riset, dana penelitian,
uang kopi, uang listrik, uang makan dan tetek bengeknya, emang nulis
nggak perlu biaya? Penulis itu membutuhkan waktu yang tidak singkat,
dalam menulis sebuah buku rata-rata penulis akan menghabiskan waktu
sekitar 3 bulan, bahkan bisa 3 tahun, nah selama 3 bulan itu mereka
makan apa kalau tidak ada support? Bagaimana hasil tulisan bisa bagus
kalau masih mikirin makan? Bagaimana tulisan bisa berkualitas kalau
untuk riset penulis harus menyisihkan dan memetong uang jajan anak? Memangkas uang belanja istri? Mengurangi uang makan keluarga? Itu masalahnya.
Standar
hidup penulis di Indonesia tidak tinggi-tinggi amat kok, penulis
Indonesia ini hampir semuanya sederhana, standarnya juga simple, ketika
penulis keluar rumah anak dan istri di rumah tersenyum, itu saja
standarnya. Walapun profesi penulis belum bisa dijadikan sandaran hidup,
tetapi banyak penulis yang berani mengambil keputusan dan sikap,
sebagai penulis full time, tidak menjadikan penulis sebagai sampingan.
Resikonya? Resikonya tidak ada asalkan bisa mengatur management, kapan
penulis dapat uang, kapan penulis mengelola uang dan kapan penulis harus
memikirkan untuk mendapatkan uang lagi dan lagi dari tulisannya.
Simplenya begini, dari satu buku penulis harus memilik terget
penghasilan, missal 1 buku akan menghasilkan 25 juta, maka silahkan saja
dibagi berapa anda ingin digaji setiap bulannya? Anggap saja 5
juta/bulan cukup, maka 1 buku akan mencukupi kebutuhan selama 5 bulan.
Kalau satu buku bisa menghasilkan 25 juta, bagaimana kalau satu buku
hanya menghasilkan 3 juta saja? Maka rumusnya harus dibalik, menulislah 2
buku dalam sebulan, hehhee… bisa? Bisa saja kalau mau. Bisa tapi susah,
tetapi kalau kita memiliki kemampuan menulis, maka sumber pendapatan
kita bukan hanya dari buku, bisa dari cerpen atau opini di media cetak
atau online. Bisa mendapatkan sumber dari situs-situs internet, bisa
menjadi penulis lepas yang menulis artikel untuk online, bisa menjadi
penulis bayangan, dan jangan lupa, industri menulis ada di dalam dunia
televisi, iklan dan film, kalau penulis bisa masuk ke dalam dunia
entertainment yang satu ini, bisa dijamin kehidupan atau keuangan akan
mencukupi.
Jangan
mengandalkan satu titik, fokus boleh hanya pada buku, tetapi cobalah
merambah dunia literasi lainnya. Oh ya, apaan sih literasi itu? Ational Institute for Literacy, mendefinisikan Literasi sebagai
"kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan
memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam
pekerjaan, keluarga dan masyarakat." Definisi ini memaknai Literasi dari
perspektif yang lebih kontekstual. Dari definisi ini terkandung makna
bahwa definisi Literasi tergantung pada keterampilan yang dibutuhkan
dalam lingkungan tertentu.
UNESCO
menjelaskan bahwa kemampuan literasi merupakan hak setiap orang dan
merupakan dasar untuk belajar sepanjang hayat. Kemampuan literasi dapat
memberdayakan dan meningkatkan kualitas individu, keluarga, masyarakat.
Karena sifatnya yang "multiple Effect" atau
dapat memberikan efek untuk ranah yang sangat luas, kemampuan literasi
membantu memberantas kemiskinan, mengurangi angka kematian anak,
pertumbuhan penduduk, dan menjamin pembangunan berkelanjutan, dan
terwujudnya perdamaian. Buta huruf, bagaimanapun, adalah hambatan untuk
kualitas hidup yang lebih baik.
Pertanyaan
lainnya, bagaimana mulai menulis? Kapan mulai menulis? Bagaimana
caranya menulis? Ini adalah pertanyaan kuno, pertanyaan absurd yang
sebenarnya tidak perlu dijawab. Bagaimana memulai menulis? Baca
bismillah duduk manis, mulailah menulis, tidak ada cara lain selain itu?
Jawabnya tidak, duduk manis dan menulislah. Kapan mulai menulis?
Sekarang, ya, jawabnya adalah sekarang tidak bisa menunggu besok atau
entar. Cara menulis? Bisa di ketik, ditulis tangan, ditulis dengan
handphone, ya begitulah caranya. Tulislah apa yang ingin anda tulis.
Contoh sederhana memulai menulis adalah dengan yang dekat dengan kita,
kucing kita mungkin, kursi kita mungkin, masakah ibu kita mungkin, gelas
kesayangan kita mungkin, sepatu kita juga bisa. Itinya tulislah yang
dekat dan sangat mudah untuk kita pahami. Belajar menulis artikel yang
sederhana, mengulas produk-produk yang kita pakai sehari-hari adalah
cara paling mudah mengasah kemampuan menulis. Untuk anda yang baru
memulai, belajarlah menulis artikel atau opini tentang benda-benda di
sekitar anda, benda yang bisa anda sentuh dan anda lihat, sehingga mudah
membuat tulisan tentang benda itu, tinggal menulisnya dengan cara yang
berbeda, suka-suka anda.
Dunia
sudah serba modern, bukan saatnya kita berpangku tangan kemudian
membisu asik dengan gadget masing-masing, dunia sudah modern jangan
hanya menjadi pembaca ponsel, tetapi maafkan media online untuk
menunjukkan karya tulis yan keren. Biasakan menulis 1 hari satu artikel
pendek, kalau artikel itu temanya menyambung dalam 30 hari sudah bisa
jadi sebuah buku. Simple saja, menulis 2 jam sehari sangat pas untuk
siapa saja, tidak perlu lama-lama, tetapi jangan juga terlalu singkat.
Isu-isu yang sedang ramai dibicarakan juga bisa dijadikan tema menarik
tulisan kita.
Sebenarnya
arah tulisan ini mau kemana? Tergantu anda mau membawa arahnya kemana.
Yang jelas tulisan ini hanya sebuah opini singkat tentang budaya
literasi di Indonesia yang masih sangat kurang. Jumlah buku yang
diterbitkan setiap bulannya juga masih sangat kurang, dan lagi
perpustakaan dan toko buku semakin sepi, tergerus peradaban modern
katanya. Padahal buku adalah jendela dunia yang harus tetap bertahan dan
harus dipertahankan. Kalau saja ada 100 penulis yang bisa bersatu
menghasilkan karya-karya yang luar biasa, maka pergerakan buku di
Indonesia pastilah akan menanjak. Hasilnya pasti akan sangat luar biasa,
apalagi ada dukungan pemerintah. Dukungan yang bagaimana? Simple,
missal penulis-penulis mengajukan ide atau outline tulisan kepada
lembaga pemerintah yang bertanggung jawab mengenai buku, kemudian jika
ide atau outline itu memang layak diterbitkan, minimal pemerintah
memberikan support dana kepada penulis, misal satu buku yang diajukan
membutuhkan waktu 6 bulan, selama 6 bulan ini, penulis digaji
pemerintah, dan pemerintah akan mendukung penerbit yang menerbitkan buku
tersebut, didukung secara promosi salah satunya pasti akan menjadi buku
yang bagus. Melihat negara tetangga, di sebelah kita, mereka sudah
melakukan itu, naskah atau outline dari penulis diajukan ke dewan buku,
kemudian dibaca oleh dewan buku, kalau naskah outline itu dinilai bagus,
walaupun isinya mengkritik pemerintahan akan dibiayai, dari proses
penelitian, penulis, penerbitan dan proses penjualan akan didanai oleh
pemerintah, ini sangat menarik bukan?
Sudahlah,
tidak usah bermimpi yang muluk-muluk, sekarang ini kita harus bergerak,
mulailah menulis dengan menjadikan budaya membaca buku sebagai pilihan
utama. Dengan banyak membaca kita akan bisa banyak menulis. Tulisan ini
mengawali keinginan saya untuk membuat gerakan satu hari satu artikel,
bebas mau menulis apa saja, yang penting ada ada tulisan dan ada
hasilnya, panjang pendek semua tergantung penulisnya. Artikel bagus atau
jelek, itu urusan pembaca. Terimakasih, salam hormat. MERDEKA PENULIS
INDONESIA.
---
TENTANG PENULIS
Endik Koeswoyo, penulis novel, buku dan skenario, lahir di Jombang saat ini tinggal di Jakarta. Twitter: @endikkoeswoyo Instagram : @endikkoeswoyo Facebook : Endik Koeswoyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar